Kamis, 17 Mei 2018

PENGGUNAAN MAJAS PARALELISME DALAM EXCERPTS OF PREFACE TO A DICTIONARY OF ENGLISH LANGUAGE KARYA SAMUEL JOHNSON


PENGGUNAAN MAJAS PARALELISME DALAM EXCERPTS OF PREFACE TO A DICTIONARY OF ENGLISH LANGUAGE KARYA SAMUEL JOHNSON


BAB I


PEMBUKAAN


1.      Latar Belakang


Pada abad 18, dimana saat itu revolusi Perancis dimana mesin-mesin pabrik mulai dijalankan dengan baik. Dan begitu pula sastra dan bahasa, dimana saat itu mereka sudah mengenal kedua hal tersebut, karena pada dasarnya mereka lah yang membangunkan sebuah peradaban. Namun, bahasa Inggris pada saat itu cenderung tidak bagus bahkan cenderung kasar. Oleh karena itu, ada salah satu orang yang melihat tersebut dan menggagas sebuah kamus yang baik dan benar.
Seorang ahli penyusun kamus atau Lexicographer bernama Samuel Johnson bersama rekan-rekan lainnya membuat A Dictionary of English Language untuk seluruh kalangan masyarakat. Dimana mereka berharap, sebuah kamus ini akan menjadi sebuah buku yang akan melestarikan bahasa mereka hingga saat yang akan mendatang.
Namun, kesulitan mereka dalam menyusun sebuah kamus dimulai pada saat itu. Dimana mereka sulit untuk memperjelas pengucapan suara yang ditangkap oleh pendengaran mereka. Oleh karena itu, mereka sulit menangkap apa yang diucapkan dan hal inilah yang ditulis oleh Samuel Johnson dalam Preface to A Dictionary of English Language dan dipublikasikan pada 15 April 1755.
Dalam hal ini, Excerpts of Preface to a Dictionary of  English Language menjelaskan segelintir permasalahan para ahli penyusun kamus yang tiada akhir berusaha untuk membuat dan menyusun kamus tersebut serta bagaimana kondisi bahasa pada abad 18 itu. Namun, dalam hal ini, banyak yang harus dijelaskan secara terperinci karena dalam segi penulisan Samuel Johnson yang cukup sedikit rumit.
Misalnya banyak bahasa yang mungkin berulang-ulang atau pembahasan yang hanya menjelaskan satu inti, namun diperpanjang dan banyak kode-kode dibalik itu.  Akan tetapi, di dalam makalah ini, hanya akan dijelaskan tentang penjelasan atau tata gramatikal yang sama atau bisa disebut dengan Paralelisme.
Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dengan bentuk gramatikal yang sama (Keraf 2007). Hal ini berarti, jika ada beberapa kata yang dianggap sama atau mungkin berulang-ulang tentu itulah yang disebut majas paralelisme.
Dalam karya ini, banyak sekali kata-kata atau kutipan yang memeberi bukti bahwa itu merupakan paralelisme. Pengulangan suatu kata atau kalimat dengan tata gramatikal yang sama pada karya itu membuat penganalisa lebih jauh tentang paralelisme dalam ini.
Dengan demikian, Samuel Johnson bersama para ahli menyusun kamus ini membuat kamus bahasa inggris supaya bahasa ini tidak berceceran lagi dan memperbaiki struktur bahasa yang benar. Dan dengan tulisan Johnson yang terlihat banyak pemakaian dalam kesejajaran kata, maka membuat penganalisaan lebih jauh tentang itu.  

2.      Rumusan Masalah

a.       Apa yang dimaksud dengan majas?
b.      Apa yang dimaksud dengan Paralelisme?
c.       Bagaimana pengenalan konteks dalam Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language?
d.      Bagaimana analisis paralelisme dalam Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language?

3.      Tujuan Penelitian

a.       Untuk mengetahui pengertian majas secara umum.
b.      Untuk mengetahui pengertian paralelisme.
c.       Untuk mengetahui pengenalan konteks dalam Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language.
d.      Untuk mengetahui analisa paralelisme dalam Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language.

4.      Manfaat Penelitian

a.       Bagi penulis
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat penganalisaan teori lebih mendalam sebuah karya sastra yang telah diajarkan selama masa perkuliahan.
b.      Bagi pembaca atau peneliti
Dapat menjadi sebuah referensi atau sebuah objek penelitian yang baik dalam sebuah Universitas serta menjadi ketertarikan bagi yang lain untuk meneliti lebih jauh tentang karya sastra.


 

BAB II


LANDASAN TEORI


1.      Pengertian Majas


Dalam suatu karya sastra, diperlukan suatu pemaknaan dalam sebuah kalimat untuk memahami lebih dalam tentang hal itu, maka hal itu juga disebut dengan majas atau gaya bahasa. Menurut Slamet Muljana adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca (Waridah 2008, 322). Dalam hal ini, berarti sang penulis memang mencurahkan segala sesuatu ke dalam tulisan itu,  agar sang pembaca mengerti apa yang dicurahkan olehnya.
Majas adalah bahasa kias, bahasa yang dipergunakan untuk menciptakan efek tertentu. Dalam penggunaannya, majas diciptakan untuk menimbulkan kesan imajinatif bagi penyimak atau pembicaranya (Furqan 2012). Makna imajinatif, bagaimana kita mengimajinasikan suatu hal yang ada dipikiran kita yang tertera dalam sebuah teks yang menjadi nyata.
 Selain itu juga majas merupakan Figures of Speech are a set of tools essential for all writers (Krupa 2011). Hal ini bisa digunakan sebagai alat karena setiap pengarang menggunakan sebuah kata-kata yang indah dengan pemaknaan yang mendalam yang berguna untuk mengindahkan sebuah kata yang mungkin kita anggap biasa, namun ditangan para penulis yang mungkin sudah handal, maka hal itu akan menjadi sebuah hal yang akan luar biasa bahkan akan semakin nilai keanggunan dari sebuah kalimat/kata/frase.
Terkadang, majas atau gaya bahasa pun memiliki pengaruh terhadap pembaca dan mengarang itu, yaitu istilahnya bisa disebut retorik. Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca (Tarigan 2009, 4). Selain kita berimajinasi, pengaruh baik sosial maupun psikologis juga memicu pada mereka. Seperti halnya, ketika kita membaca tentang kisah Nabi Muhammad SAW, kita pun merasa terkesan bahkan mungkin berusaha mengikuti jejaknya dengan baik.
Jika kita bisa memahami gaya bahasa bahkan mungkin bisa menumbuhkan perkembangan kosakata. Semakin kaya kosakata seseroang, semakin beragam pulalah gaya bahasa yang dipakainya.  Peningkatan gaya bahasa jelas memperkaya kosakata pemakainya (Tarigan 2009). Yang kemudian bisa dilihat bahwa ada keterikatan antara gaya bahasa dnegan kosakata itu tersendiri.
Gaya bahasa dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Menurut Dr. Gorys Keraf, ada 4 bagian yang memiliki perbedaan fungsi, seperti Perbandingan, Pertentangan, Pertautan, dan Perulangan (2007, 112).
a.       Gaya bahasa Perbandingan
1)      Perumpamaan, yaitu perbandingan dua hal yang hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Istilah bahasa Inggrisnya yaitu simile (Tarigan 2009, 9). Dalam istilah lainnya bisa dikatakan seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, dan serupa.
2)      Metafora, berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘memindahkan’; dari meta ‘diatas’; melebihi + phrein ‘membawa’. Menurut Poerwadinata dalam Tarigan (2009, 15) metafora adalah pemakaian kata-kata yang bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.

3)      Peronifikasi, berasal dari bahasa Latin persona (‘orang, pelaku, aktor, atau topeng yang dipakai dalam drama’) + fic (‘membuat’). Penginsanan atau personifikasi, ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan 2009, 17).
4)      Depersonifikasi yaitu membedakan manusia atau insan (Tarigan 2009, 21).
5)      Alegori adalah cerita yang dikisahkan dengan lambang; merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan.
6)      Antitesis, menurut Ducrot dan Tudrov (Tarigan 2009, 26) adalah sejenis gaya bahasa yag mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan.
7)      Pleonasme dan tautologi ialah acuan yang menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk menyatakan suatu gagasan atau pikiran.
8)      Antisipasi atau prolepsis adalah mendahului atau penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi.
9)      Perifasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Namun, kata-kata berlebihan itu pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja (Keraf 2007, 134).  
10)  Koreksi atau epanortosis adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah (Tarigan 2009, 34).

b.      Gaya bahasa perbandingan
1)      Hiperbola adalah jenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya dengan langsung memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi yang memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya (Tarigan 2009, 56).
2)      Litotes menurut Dale adalah gaya bahasa yang membuat pernyataan mengenai sesuatu dengan cara menyangkal atau mengingkari kebalikannya (Tarigan 2009, 59).
3)      Oksimoron menurut Keraf adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dengan frase yang sama (2007, 110).
4)      Satire merupakan sejenis bentuk argumen yang beraksi secara tidak langsung, terkadang secara aneh bahkan ada kalanya dengan cara yang cukup lucu yang menimbulkan tertawaan.
5)      Apostrof adalah sejenis gaya bahasa yang berupa penghilangan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir.
6)      Apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa yang digunakan oleh penulis, pengraang, atau pembicara untuk menegaskan sesuatu tetapi nampaknya menyangkalnya.
7)      Sinisme adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
8)      Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung ‘olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti hati’ (Poerwadarminta 1976, 278).
9)      Ironi ialah majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan maksud berolok-olok.
10)   Paronomasia adalah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-ata yang berbunyi sama tetapi bermakna lain; kata-kata yang sama bunyinya tetapi artinya berbeda.
11)   Paralipsis adalah gaya bahasa yang merupakan suatu formula yang digunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri.
12)   Zeugma atau silepsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atua lebih kata lain yang pada hakikatnya hanya sebuah saja yang mempunyai hubunngan dengan kata yang pertama (Tarigan 2009, 68).
13)   Inuendo adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan harapan yang sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan tampaknya tidak menyakitkan hati kalau ditinjau sekilas (Keraf 2007, 144).
14)  Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya (Tarigan 2009, 76).
15)   Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
16)   Klimaks adalah sejenis gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang semakin lama semakin mengandung penekanna; kebalikannya adalah antiklimaks.
17)   Antiklimaks merupakan suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan yang diurutkan dari yang terpenting berturut-tuut ke gagasan yang kurang penting.
18)  Anastrof atau inversi adalah gaya bajasa yang merupakan permutasi atau perubahan unsur-unsur konstruksi sintaksis.
19)  Hysteron proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar.
20)   Hipalase adalah sejenis gaya bahasa yang merupakann dari suatu hubungan alamiah antara dua komponen gagasan.




c.       Gaya bahasa pertautan
1)      Metominia adalah gaya bahasa yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal, sebagai penggantinya (Tarigan 2009, 67).
2)      Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya atau sebaliknya.
3)      Alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk secara langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan praanggapan adanya pengetahuan yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan para pembaca untuk menangkap pengacuan itu.
4)      Eufonisme/eufemisme adalah gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu  sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.
5)      Epitet adalah gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat atauciri khas dari seseorang atau suatu hal.
6)      Antonomasia adalah gaya bahasa yang menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri.
7)      Erotesis adalah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang dipergunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban.
8)      Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Dalam hal ini, gaya bahasa ini hanya dilihat berdasarkan kesamaan tata letak kata atau frase saja.
d.      Gaya bahasa perulangan
1)      Aliterasi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan konsonan yang sama.
2)      Asonansi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud pengulangan bunyi vokal yang sama.
3)      Tautotes adalah gaya bahsa repetisi yang berupa pengulangan atas sebuah kata ke dalam sebuah konstruksi.
4)      Kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan pengulangan dan sekaligus merupakan inversi antara dua kata dalam satu kalimat.
5)      Anafora adalah sejenis gaya bahasa yang berupa pengulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat.
6)      Epizeukis adalah semacam gaya bahasa repitisi yang berupa pengulangan langsung atua kata yang dipentingkn beberapa kali berturut-turut.
7)      Antanaklisis adalah gaya bahasa repetisi yang berwujud pengulangan kata yang sama bunyi dengan makna yang berbeda.
8)      Episfora adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa pengulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan.



BAB III


METODE PENELITIAN


1.      Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat 1993).

2.      Sampel Data

Data yang diambil adalah kutipan-kutipan dari karya Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language, dimana untuk dianalisis berdasarkan teori majas paralelisme yang berhubungan dengan itu.

3.      Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini yaitu dari mesin pencarian Google dan beberapa referensi buku, seperti buku non fiction karya Pak Pepen, buku metode-metode penelitian, Buku Diksi dan Gaya Bahasa, dan buku Pengajaran Gaya Bahasa.

4.      Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dimulai dari pemilihan buku yang akan dijadikan rujukan bagi makalah ini yang berhubungan dengan sastra, terutama majas. Dalam hal ini, buku sastra non fiksi dan buku yang berhubungan dengan hal tersebut.

5.      Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam makalah ini ada beberapa langkah-langkah yang dilalui seperti :
a.       Pencarian teori yang berhubungan dengan majas dan karya sastra Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language.
b.      Penjabaran tentang sejarah-sejarah atau latar belakang Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language.
c.       Pemilihan kutipan-kutipan yang berhubungan dengan materi Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language. Pemilihan kutipan ini berguna menjadi sebuah bukti atau contoh nyata dari teori yang akan dipilih, dalam hal ini, akan dibahas tentang majas paralelisme. Diambil satu kalimat atau satu paragraf yang berhubungan dengan itu.
d.      Selain itu, analisis kutipan tersebut dengan teori majas paralelisme dengan mencari makna dari kutipan tersebut. Membuat sebuah alasan atau pendalaman makna dari sebuah kutipan yang diambil.



BAB IV


PENJELASAN

 
1.      Pengenalan Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language karya Samuel Johnson

Sebelum adanya kamus, dulu bahasa hanya diucapkan dan ditulis saja, tanpa adanya pelestarian bahasa. Selain itu, bahasa tertulis juga sudah lama ditemukan. Namun, tak ada perkembangan yang berarti.
“As language was its beginning merely oral, all worlds of necessary or common use were spoken before they were written”
Oleh karena itu, Samuel Johnson pada tahun 1755, dengan pemikiran dan penelitian dia dari waktu ke waktu, ingin merumuskan kamus yang berbahasa Inggris untuk menulis bahasa yang ada pada saat itu.
Pada bagian pertama, ia menjelaskan tentang sejarah bahasa Inggris pada saat itu dan kemeranaan para penyusun kamus atau juga disebut Lexicographer. Saat itu, memang tak dihargai.
“Among these unhappy mortals is the writer of dictionaries (halaman 245)
Namun, kesulitan pun mulai ia rasakan pada saat beberapa orang, termasuk ia pun merasa jengah kepada bahasa dan menyatakan bahwa ia menderita menjadi seorang penulis kamus.
“ I found it necessary to distinguish those irregularities that are inherent in our tongue,..” (halaman 246)
Sulitnya dalam menerjemahkan atau menganalisa jauh tentang sebuah bahasa memang menjadi kesulitan kita dalam menginterpretasi. Seperti halnya kita yang ingin menginterpretasikan tentang bahasa Inggris, namun kita tidak jelas artikulasinya. Mungkin hal itu, menjadi problematika saat itu.
“Of many words it is difficult to say whether they were immedately received from the Latin and French, since at the time when we had dominions in France, we had Latin service in our churches (halaman 247).
Adanya juga masukan bahasa lain dalam bahasa Inggris atau bisa disebut sebagai bahasa serapan, seperti bahasa latin dan bahasa Perancis yang membuat ia semakin sulit menginterpretasikannya dengan baik. Karena pengucapannya yang cenderung tidak jelas dan tidak paham maksudnya.
Oleh karena itu, ia membuat suatu penjelasan dan diksi yang jelas tentang apa saja kata yang ada pada kamus itu.
The part of my work on which I expect malignity most frequently to fasten, is the explanation [definition]; in which I cannot hope to satisfy...” (halaman 250)
Selain itu, ia juga membuat kutipan untuk membuat contoh kata yang ada.
When first I collected these authorities, I was desirous that every quotation should be useful to some other end than the illustration of a word…” (halaman 254)
Penggunaan kutipan sebagai ilustrasi sebenarnya memudahkan memahami para pembaca dalam mempergunakan kata itu dengan baik.
Dengan beberapa permasalahan tersebut, ia dapat mengansumsikan bahwa kata yang ia ambil dari setiap pembicaraan atau bahasa sehari-hari memang terbilang sulit. Aplagi jika harus diinterprretasikan dengan baik. Namun dalam hal itu akan memperkaya kosakata yang dimiliki oleh bahasa Inggris dan melestarikan bahasa itu hingga selanjutnya. Dan harapan si penulis dalam kamus ini :
When I am animated by this wish, I look with pleasure on  my book, however defective, and deliver it to the world with the spirit of man that has endeavoured well.” (halaman 265)


2.      Analisis Paralelisme dalam Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language
Pada karya Samuel Johnson ini, diketahui banyak kata-kata yang mungkin memiliki banyak perulangan dari tata kalimat atau grammarnya. Terlihat sekali dari awal penceritaan Johnson yang dimulai.
where success would have been without applause and diligence without reward” (halaman 245)
Pada bagian pertama, ditekankan pada kalimat success...without applause and diligence without reward. Dalam hal ini, keduanya terlihat sama dan kesamaan tata kalimat juga. Oleh karena itu, pengarang ingin memberikan keterangan kepada pembaca bahwa orang-orang Lexicographer adalah orang yang tak pernah dihargai.
“...Speech copious without order and energetic without rules...” (halaman 245)
Sama seperti bagian sebelumnya, menekankan pada sebuah bahasa yang dimana saat itu memang sedang dalam kondisi yang tidak sebaik masa ini. Sebenarnya hal ini ditekankan pada without order dan without rules – nya. Oleh karena itu, persamaan kalimat atau kesejajaran dalam kalimat ini bisa dilihat sebagai suatu yang lebih memberi suspense kepada orang / benda yang dibicarakan.
“...If the language of theology were extracted from Hooker and the translation of the Bible; the terms of natural knowledge from Bacon; the phrases of policy, war, and navigation from Raleigh; the dialect of poetry and fiction from Spencer and Sidney; and the diction of common life from Shakespeare...” (halaman 256)
Pada kalimat ini, dalam kalimat the setelah titik koma, itu ditulis dengan tata letak kalimat yang sama . Dalam hal ini, diketahui bahwa Johnson ini ingin menekankan kepada kalimat yang ingin dia utarakan secara langsung. Ia memikirkan dimana saat itu bahasa pada era itu sedang kacau balau, dimana saat itu banyak bahasa yang kasar atau tidak pantas untuk diucapkan. Jika, semua itu dilakukan dengan baik, maka itu memudahkan para ahli penyusun kamus termasuk Johnson yang mungkin akan mudah dalam menyusun kamus tersebut.
I therefore extracted from philosophers principles of science; from historians remarkable facts; from chemists complete processes; from divines striking exhortations; and from poets beautiful descriptions” (halaman 254)
Dalam hal ini, pengarang lebih menekankan pada kata from. Penekanan sang penulis dalam bagian sama seperti sebelumnya, bahasa yang indah bukan bahasa yang sering dijadikan bahasan umum dalam percakapan dalam kehidupan sehari-hari, namun dari (from) orang-orang yang telah menemukan sesuatu yang menakjubkan diatas itulah yang bahasanya lebih baik.
One will show the word applied to persons, another to things; one will express an ill, another the good, and a third neutral sense; one will prove the expression genuine from an ancient; author will show it elegant from a modern...” (halaman 258)
Pada kasus ini, si penulis mensejajarkan kata dan frase one will dan another. Hal ini mengutarakan keinginannya pada sebuah kata atau yang lain dari pengaplikasian satu orang ke banyak orang. Sudah terlihat jelas di kalimatnya. Sehingga, hal ini diketahui sebagai keinginan yang sudah menggebu-gebu untuk hal seperti diatas.
When words are used equivocally, I receive them in either sense; when they are metaphorical, I adopt them in their primitive accpetation...” (halaman 258)
Paralelisme yang bisa diambil dari kalimat ini ketika kata when…are dan I. kemudian hal ini bisa dikatakan bahwa ia menjelaskan bagaimana ia melakukan sebuah riset kata dalam bahasa Inggris. Dikatakan bahwa ketika (waktu ia melakukan riset) dan kata saya (memberitahukan bahwa ia saja yang melakukannya.
to deliberate whenever I doubted, to enquire whenever I was ignorant…” (halaman 258)
Kata yang di paralelisme kan yaitu to dan whenever I. Hal ini seperti yang sebelumnya dijelaskan bahwa penekanan ini memberikan gambaran bagi pembaca keseluruhan agar mereka tahu bahwa ia akan melakukan hal itu sewaktu ia doubted atau ignorant.
I resolved to show likewise my attention to things; to pierce deep into every science, to enquire the nature of every substance of I inserted the name, to limit an idea by a definition strictly local…” (halaman 258)
Pengawalan kalimat dengan kata I dan secara bersamaan to juga digunakan. Meskipun terlihat hanya kalimat saja, namun maksud dari kalimat ini terlihat untuk memberitahukan pendapatnya tentang setiap unsur ilmu yang memungkinkan memberikan ia ide dalam memberikan definisi kosakatanya dalam kamus yang ia buat.
to search was not always to find, and to find was not always to be informed…” (halaman 259)
Dalam hal ini, kesejajaran frase to find dan to search mengindikasikan bahwa ia mencari sesuatu yang tidak ada. Yang berarti pengharapan si pengarang yang mana kata itu sulit untuk ditemukan dan memang agak sulit diinfokan pada zaman itu, karena keterbatasan alat komunikasi.


BAB V


KESIMPULAN



Majas atau Gaya Bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Dalam hal ini digunakan oleh setiap penulis untuk mengimajinasikan sesuatu tentang apa yang ia fikirkan.
Majas memiliki beberapa jenisnya, seperti Perbandingan, Pertentangan, Pertautan, dan Perulangan.
Majas perbandingan memiliki beberapa jenis, seperti : metafora, perumpamaan, personifikasi, depersonikafikasi, alegori, antithesis, ppleonsme dan tautology, perifasis, antisipasi atau prolepsis , dan koreksi atau epanortosis.
Majas pertentangan meliputi hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralepsis, zeugma dan silepsis, satire, innuendo, antifrasis, paradox, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof dan inversi, apofasis atau preterisio, hysteron proteron, hipalase, sinisme, dan sarkasme.
Majas pertautan yang membagi jenisnya seperti merominia, sinekdoke, alusi, eufemisme, eponym, epitet, paralelisme, dan erotesis.
Majas perulangan yang meliputi aliterasi, asonansi, antanaklasis, kiasmus epizeukis, tautotes, anaphora, dan episfora.
Dalam karya Excerpts of Preface to A Dictionary of English Literature ini merupakan sebuah karya Samuel Johnson yang mana dibuat pada tahun 1755 dimana saat itu ia mencoba riset tentng kata-kata yang ada pada suatu bahasa Inggris di sana kala itu. Kegundahan ia dan para pekerja lainnya dalam membuat kamus itu menyadarkan bahwa saat itu keadaan bahasa yang banyak kata kasarnya dan tidak beraturan. Selain itu, banyaknya bahasa yang berasal dari serapan Latin dan Perancis membuat kesulitan dalam mendengarkan artikulasinya dengan baik.
Oleh karena itu, dalam kamusnya ini, ia memberikan diksi-diksi yang jelas atau dalam arti lain cara pembacaan yang baik dan benar. Selain itu juga pemberian setiap definisi dalam setiap kata nya membuat memperjelas makna dari kata itu. Dan yang terakhir pengambilan kutipan dari setiap karya seniman atau penulis yang terkenal, seperti halnya Shakespeare.

REFERENSI


Furqan, Muhammad. Majas. 26 Oktober 2012. http://muhammadfurqansch.blogspot.co.id/2012/10/majas_3697.html (diakses December 2016, 09).
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Koentjaraningrat. Metode-Merode Penelitian Masayarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1993.
Krupa. Figure of Speech. 9 February 2011. http://unit3english.blogspot.co.id/2011/02/figures-of-speech.html (diakses December 12, 2016).
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976.
Priyawan, Pepen. Prose Non-Fiction. Bandung.
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Penerbit Angkasa Bandung, 2009.
Waridah, Ernawati. EYD dan Seputar Kebahasaan. Jakarta Selatan: Kawan Pustaka, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar