PENGGUNAAN MAJAS PARALELISME DALAM EXCERPTS OF PREFACE TO A DICTIONARY OF ENGLISH LANGUAGE KARYA SAMUEL JOHNSON
BAB I
PEMBUKAAN
1. Latar Belakang
Pada abad 18, dimana saat itu revolusi
Perancis dimana mesin-mesin pabrik mulai dijalankan dengan baik. Dan begitu
pula sastra dan bahasa, dimana saat itu mereka sudah mengenal kedua hal
tersebut, karena pada dasarnya mereka lah yang membangunkan sebuah peradaban.
Namun, bahasa Inggris pada saat itu cenderung tidak bagus bahkan cenderung
kasar. Oleh karena itu, ada salah satu orang yang melihat tersebut dan
menggagas sebuah kamus yang baik dan benar.
Seorang ahli penyusun kamus atau Lexicographer bernama Samuel Johnson
bersama rekan-rekan lainnya membuat A
Dictionary of English Language untuk seluruh kalangan masyarakat. Dimana
mereka berharap, sebuah kamus ini akan menjadi sebuah buku yang akan
melestarikan bahasa mereka hingga saat yang akan mendatang.
Namun, kesulitan mereka dalam menyusun
sebuah kamus dimulai pada saat itu. Dimana mereka sulit untuk memperjelas
pengucapan suara yang ditangkap oleh pendengaran mereka. Oleh karena itu,
mereka sulit menangkap apa yang diucapkan dan hal inilah yang ditulis oleh
Samuel Johnson dalam Preface to A
Dictionary of English Language dan dipublikasikan pada 15 April 1755.
Dalam hal ini, Excerpts of Preface to a Dictionary of
English Language menjelaskan segelintir permasalahan para ahli
penyusun kamus yang tiada akhir berusaha untuk membuat dan menyusun kamus
tersebut serta bagaimana kondisi bahasa pada abad 18 itu. Namun, dalam hal ini,
banyak yang harus dijelaskan secara terperinci karena dalam segi penulisan
Samuel Johnson yang cukup sedikit rumit.
Misalnya banyak bahasa yang mungkin
berulang-ulang atau pembahasan yang hanya menjelaskan satu inti, namun
diperpanjang dan banyak kode-kode dibalik itu.
Akan tetapi, di dalam makalah ini, hanya akan dijelaskan tentang
penjelasan atau tata gramatikal yang sama atau bisa disebut dengan Paralelisme.
Paralelisme adalah semacam gaya bahasa
yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa
yang menduduki fungsi yang sama dengan bentuk gramatikal yang sama (Keraf 2007). Hal ini berarti,
jika ada beberapa kata yang dianggap sama atau mungkin berulang-ulang tentu
itulah yang disebut majas paralelisme.
Dalam karya ini, banyak sekali kata-kata
atau kutipan yang memeberi bukti bahwa itu merupakan paralelisme. Pengulangan
suatu kata atau kalimat dengan tata gramatikal yang sama pada karya itu membuat
penganalisa lebih jauh tentang paralelisme dalam ini.
Dengan demikian, Samuel Johnson bersama
para ahli menyusun kamus ini membuat kamus bahasa inggris supaya bahasa ini
tidak berceceran lagi dan memperbaiki struktur bahasa yang benar. Dan dengan
tulisan Johnson yang terlihat banyak pemakaian dalam kesejajaran kata, maka
membuat penganalisaan lebih jauh tentang itu.
2. Rumusan Masalah
a. Apa
yang dimaksud dengan majas?
b. Apa
yang dimaksud dengan Paralelisme?
c. Bagaimana
pengenalan konteks
dalam Excerpts of Preface to A Dictionary
of English Language?
d. Bagaimana
analisis
paralelisme dalam Excerpts of Preface to
A Dictionary of English Language?
3. Tujuan Penelitian
a. Untuk
mengetahui pengertian majas secara umum.
b. Untuk
mengetahui pengertian paralelisme.
c. Untuk
mengetahui pengenalan
konteks
dalam Excerpts of Preface to A Dictionary
of English Language.
d. Untuk
mengetahui analisa paralelisme dalam Excerpts
of Preface to A Dictionary of English Language.
4. Manfaat Penelitian
a. Bagi
penulis
Dapat menambah
pengetahuan dan wawasan serta dapat penganalisaan teori lebih mendalam sebuah
karya sastra yang telah diajarkan selama masa perkuliahan.
b. Bagi
pembaca atau peneliti
Dapat menjadi sebuah referensi atau
sebuah objek penelitian yang baik dalam sebuah Universitas serta menjadi
ketertarikan bagi yang lain untuk meneliti lebih jauh tentang karya sastra.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Majas
Dalam suatu karya sastra, diperlukan
suatu pemaknaan dalam sebuah kalimat untuk memahami lebih dalam tentang hal
itu, maka hal itu juga disebut dengan majas atau gaya bahasa. Menurut Slamet
Muljana adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau
hidup dalam hati penulis yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati
pembaca (Waridah 2008, 322). Dalam hal ini, berarti sang penulis
memang mencurahkan segala sesuatu ke dalam tulisan itu, agar sang pembaca mengerti apa yang
dicurahkan olehnya.
Majas
adalah bahasa kias, bahasa yang dipergunakan untuk menciptakan efek tertentu.
Dalam penggunaannya, majas diciptakan untuk menimbulkan kesan imajinatif bagi
penyimak atau pembicaranya (Furqan 2012).
Makna imajinatif, bagaimana kita mengimajinasikan suatu hal yang ada dipikiran
kita yang tertera dalam sebuah teks yang menjadi nyata.
Selain itu juga majas merupakan Figures
of Speech are a set of tools essential for all writers (Krupa 2011).
Hal ini bisa digunakan sebagai alat karena setiap pengarang menggunakan sebuah
kata-kata yang indah dengan pemaknaan yang mendalam yang berguna untuk
mengindahkan sebuah kata yang mungkin kita anggap biasa, namun ditangan para
penulis yang mungkin sudah handal, maka hal itu akan menjadi sebuah hal yang
akan luar biasa bahkan akan semakin nilai keanggunan dari sebuah
kalimat/kata/frase.
Terkadang,
majas atau gaya bahasa pun memiliki pengaruh terhadap pembaca dan mengarang
itu, yaitu istilahnya bisa disebut retorik. Gaya bahasa merupakan bentuk
retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk
meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca (Tarigan 2009, 4). Selain kita
berimajinasi, pengaruh baik sosial maupun psikologis juga memicu pada mereka.
Seperti halnya, ketika kita membaca tentang kisah Nabi Muhammad SAW, kita pun
merasa terkesan bahkan mungkin berusaha mengikuti jejaknya dengan baik.
Jika
kita bisa memahami gaya bahasa bahkan mungkin bisa menumbuhkan perkembangan
kosakata. Semakin kaya kosakata seseroang, semakin beragam pulalah gaya bahasa
yang dipakainya. Peningkatan gaya bahasa
jelas memperkaya kosakata pemakainya (Tarigan 2009). Yang kemudian bisa
dilihat bahwa ada keterikatan antara gaya bahasa dnegan kosakata itu
tersendiri.
Gaya bahasa dapat dikategorikan dalam
berbagai cara. Menurut Dr. Gorys Keraf, ada 4 bagian yang memiliki perbedaan fungsi, seperti Perbandingan, Pertentangan,
Pertautan, dan Perulangan (2007, 112).
a.
Gaya bahasa Perbandingan
1)
Perumpamaan, yaitu perbandingan dua hal yang hakikatnya
berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Istilah bahasa Inggrisnya yaitu simile (Tarigan 2009, 9). Dalam istilah
lainnya bisa dikatakan seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka,
dan serupa.
2)
Metafora, berasal dari bahasa Yunani yang berarti
‘memindahkan’; dari meta ‘diatas’;
melebihi + phrein ‘membawa’. Menurut
Poerwadinata dalam Tarigan (2009, 15) metafora adalah
pemakaian kata-kata yang bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang
berdasarkan persamaan atau perbandingan.
3)
Peronifikasi, berasal dari bahasa Latin persona (‘orang, pelaku, aktor, atau topeng yang dipakai
dalam drama’) + fic (‘membuat’).
Penginsanan atau personifikasi, ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat
insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan 2009, 17).
4)
Depersonifikasi yaitu membedakan manusia atau insan (Tarigan
2009, 21).
5)
Alegori adalah cerita yang dikisahkan dengan lambang;
merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah
objek-objek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan.
6)
Antitesis, menurut Ducrot dan Tudrov (Tarigan 2009, 26) adalah sejenis gaya
bahasa yag mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim yaitu
kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan.
7)
Pleonasme dan tautologi ialah acuan yang menggunakan
kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk menyatakan suatu gagasan
atau pikiran.
8)
Antisipasi atau prolepsis adalah mendahului atau
penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan
terjadi.
9)
Perifasis adalah gaya
bahasa yang mirip dengan pleonasme. Namun, kata-kata berlebihan itu pada
prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja (Keraf 2007, 134).
10) Koreksi atau epanortosis adalah gaya bahasa yang
berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan
memperbaiki mana-mana yang salah (Tarigan 2009, 34).
b.
Gaya bahasa perbandingan
1)
Hiperbola adalah jenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang
berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya dengan langsung memberi
penekanan pada suatu pernyataan atau situasi yang memperhebat, meningkatkan
kesan dan pengaruhnya (Tarigan 2009, 56).
2)
Litotes menurut Dale adalah gaya bahasa yang membuat
pernyataan mengenai sesuatu dengan cara menyangkal atau mengingkari
kebalikannya (Tarigan 2009, 59).
3)
Oksimoron menurut Keraf adalah gaya bahasa yang
mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dengan
frase yang sama (2007, 110).
4)
Satire merupakan sejenis bentuk argumen yang beraksi
secara tidak langsung, terkadang secara aneh bahkan ada kalanya dengan cara
yang cukup lucu yang menimbulkan tertawaan.
5)
Apostrof adalah sejenis gaya bahasa yang berupa
penghilangan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir.
6)
Apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa yang
digunakan oleh penulis, pengraang, atau pembicara untuk menegaskan sesuatu
tetapi nampaknya menyangkalnya.
7)
Sinisme adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran
yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan
ketulusan hati.
8)
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung
‘olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti hati’ (Poerwadarminta
1976, 278).
9)
Ironi ialah majas
yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan maksud berolok-olok.
10) Paronomasia
adalah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-ata yang berbunyi sama tetapi
bermakna lain; kata-kata yang sama bunyinya tetapi artinya berbeda.
11) Paralipsis
adalah gaya bahasa yang merupakan suatu formula yang digunakan sebagai sarana
untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam
kalimat itu sendiri.
12) Zeugma atau
silepsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan cara
menghubungkan sebuah kata dengan dua atua lebih kata lain yang pada hakikatnya
hanya sebuah saja yang mempunyai hubunngan dengan kata yang pertama (Tarigan
2009, 68).
13) Inuendo adalah
sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan harapan yang
sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak
langsung, dan tampaknya tidak menyakitkan hati kalau ditinjau sekilas (Keraf
2007, 144).
14) Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan
sebuah kata dengan makna kebalikannya (Tarigan 2009, 76).
15) Paradoks adalah
semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta
yang ada.
16) Klimaks adalah
sejenis gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang semakin lama semakin
mengandung penekanna; kebalikannya adalah antiklimaks.
17) Antiklimaks
merupakan suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan yang diurutkan dari yang
terpenting berturut-tuut ke gagasan yang kurang penting.
18) Anastrof atau inversi adalah gaya bajasa yang
merupakan permutasi atau perubahan unsur-unsur konstruksi sintaksis.
19) Hysteron proteron adalah semacam gaya bahasa yang
merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang
wajar.
20) Hipalase adalah
sejenis gaya bahasa yang merupakann dari suatu hubungan alamiah antara dua
komponen gagasan.
c.
Gaya bahasa pertautan
1)
Metominia adalah gaya bahasa yang memakai nama ciri atau
nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal, sebagai
penggantinya (Tarigan 2009, 67).
2)
Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian
sebagai pengganti nama keseluruhannya atau sebaliknya.
3)
Alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk secara langsung ke
suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan praanggapan adanya pengetahuan yang
dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan para pembaca untuk
menangkap pengacuan itu.
4)
Eufonisme/eufemisme adalah gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering
dihubungkan dengan sifat tertentu
sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.
5)
Epitet adalah gaya bahasa yang mengandung acuan yang
menyatakan suatu sifat atauciri khas dari seseorang atau suatu hal.
6)
Antonomasia adalah gaya bahasa yang menggunakan gelar
resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri.
7)
Erotesis adalah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang
dipergunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang
lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut suatu
jawaban.
8)
Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai
kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi
yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Dalam hal ini, gaya
bahasa ini hanya dilihat berdasarkan kesamaan tata letak kata atau frase saja.
d.
Gaya bahasa perulangan
1)
Aliterasi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang
berwujud perulangan konsonan yang sama.
2)
Asonansi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang
berwujud pengulangan bunyi vokal yang sama.
3)
Tautotes adalah gaya bahsa repetisi yang berupa
pengulangan atas sebuah kata ke dalam sebuah konstruksi.
4)
Kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan pengulangan dan
sekaligus merupakan inversi antara dua kata dalam satu kalimat.
5)
Anafora adalah sejenis gaya bahasa yang berupa
pengulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat.
6)
Epizeukis adalah semacam gaya bahasa repitisi yang berupa
pengulangan langsung atua kata yang dipentingkn beberapa kali berturut-turut.
7)
Antanaklisis adalah gaya bahasa repetisi yang berwujud
pengulangan kata yang sama bunyi dengan makna yang berbeda.
8)
Episfora adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa
pengulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
metode kualitatif. Dalam
penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu
penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau kelompok
tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat 1993).
2. Sampel Data
Data yang diambil adalah kutipan-kutipan
dari karya Excerpts of Preface to A
Dictionary of English Language, dimana untuk dianalisis berdasarkan teori
majas paralelisme yang berhubungan dengan itu.
3. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini yaitu
dari mesin pencarian Google dan
beberapa referensi buku, seperti buku non fiction karya Pak Pepen, buku
metode-metode penelitian, Buku Diksi dan Gaya Bahasa, dan buku Pengajaran Gaya Bahasa.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dimulai dari
pemilihan buku yang akan dijadikan rujukan bagi makalah ini yang berhubungan
dengan sastra, terutama majas. Dalam hal ini, buku sastra non fiksi dan buku
yang berhubungan dengan hal tersebut.
5. Teknik Analisis Data
Teknik
analisis data dalam makalah ini ada beberapa langkah-langkah yang dilalui
seperti :
a. Pencarian
teori yang berhubungan dengan majas dan karya sastra Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language.
b. Penjabaran
tentang sejarah-sejarah atau latar belakang Excerpts
of Preface to A Dictionary of English Language.
c. Pemilihan
kutipan-kutipan yang berhubungan dengan materi Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language. Pemilihan
kutipan ini berguna menjadi sebuah bukti atau contoh nyata dari teori yang akan
dipilih, dalam hal ini, akan dibahas tentang majas paralelisme. Diambil satu
kalimat atau satu paragraf yang berhubungan dengan itu.
d. Selain
itu, analisis kutipan tersebut dengan teori majas paralelisme dengan mencari
makna dari kutipan tersebut. Membuat sebuah alasan atau pendalaman makna dari
sebuah kutipan yang diambil.
BAB IV
PENJELASAN
1. Pengenalan Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language karya Samuel Johnson
Sebelum adanya kamus, dulu bahasa hanya
diucapkan dan ditulis saja, tanpa adanya pelestarian bahasa. Selain itu, bahasa
tertulis juga sudah lama ditemukan. Namun, tak ada perkembangan yang berarti.
“As language was its
beginning merely oral, all worlds of necessary or common use were spoken before
they were written”
Oleh
karena itu, Samuel Johnson pada tahun 1755, dengan pemikiran dan penelitian dia
dari waktu ke waktu, ingin merumuskan kamus yang berbahasa Inggris untuk
menulis bahasa yang ada pada saat itu.
Pada
bagian pertama, ia menjelaskan tentang sejarah bahasa Inggris pada saat itu dan
kemeranaan para penyusun kamus atau juga disebut Lexicographer. Saat itu, memang
tak dihargai.
“Among these unhappy
mortals is the writer of dictionaries” (halaman 245)
Namun,
kesulitan pun mulai ia rasakan pada saat beberapa orang, termasuk ia pun merasa
jengah kepada bahasa dan menyatakan bahwa ia menderita menjadi seorang penulis
kamus.
“ I found it necessary
to distinguish those irregularities that are inherent in our tongue,..” (halaman 246)
Sulitnya
dalam menerjemahkan atau menganalisa jauh tentang sebuah bahasa memang menjadi
kesulitan kita dalam menginterpretasi. Seperti halnya kita yang ingin
menginterpretasikan tentang bahasa Inggris, namun kita tidak jelas
artikulasinya. Mungkin hal itu, menjadi problematika saat itu.
“Of many words it is
difficult to say whether they were immedately received from the Latin and
French, since at the time when we had dominions in France, we had Latin service
in our churches” (halaman 247).
Adanya
juga masukan bahasa lain dalam bahasa Inggris atau bisa disebut sebagai bahasa
serapan, seperti bahasa latin dan bahasa Perancis yang membuat ia semakin sulit
menginterpretasikannya dengan baik. Karena pengucapannya yang cenderung tidak
jelas dan tidak paham maksudnya.
Oleh karena itu, ia membuat suatu
penjelasan dan diksi yang jelas tentang apa saja kata yang ada pada kamus itu.
“ The part of my work on which I expect malignity most frequently to
fasten, is the explanation [definition]; in which I cannot hope to satisfy...”
(halaman 250)
Selain itu, ia juga membuat
kutipan untuk membuat contoh kata yang ada.
“ When first I collected these authorities, I was desirous that every
quotation should be useful to some other end than the illustration of a word…”
(halaman 254)
Penggunaan kutipan sebagai
ilustrasi sebenarnya memudahkan memahami para pembaca dalam mempergunakan kata
itu dengan baik.
Dengan beberapa permasalahan
tersebut, ia dapat mengansumsikan bahwa kata yang ia ambil dari setiap pembicaraan
atau bahasa sehari-hari memang terbilang sulit. Aplagi jika harus
diinterprretasikan dengan baik. Namun dalam hal itu akan memperkaya kosakata
yang dimiliki oleh bahasa Inggris dan melestarikan bahasa itu hingga
selanjutnya. Dan harapan si penulis dalam kamus ini :
“When I am animated by this wish, I look with pleasure on my book, however defective, and deliver it to
the world with the spirit of man that has endeavoured well.” (halaman 265)
2. Analisis Paralelisme dalam Excerpts of Preface to A Dictionary of English Language
Pada
karya Samuel Johnson ini, diketahui banyak kata-kata yang mungkin memiliki
banyak perulangan dari tata kalimat atau grammarnya. Terlihat sekali dari awal
penceritaan Johnson yang dimulai.
“where success
would have been without applause and
diligence without reward” (halaman
245)
Pada
bagian pertama, ditekankan pada kalimat
success...without applause and diligence without reward. Dalam hal ini,
keduanya terlihat sama dan kesamaan tata kalimat juga. Oleh karena itu,
pengarang ingin memberikan keterangan kepada pembaca bahwa orang-orang Lexicographer adalah orang yang tak
pernah dihargai.
“...Speech copious without order and energetic without
rules...” (halaman 245)
Sama
seperti bagian sebelumnya, menekankan pada sebuah bahasa yang dimana saat itu
memang sedang dalam kondisi yang tidak sebaik masa ini. Sebenarnya hal ini
ditekankan pada without order
dan without rules – nya. Oleh karena
itu, persamaan kalimat atau kesejajaran dalam kalimat ini bisa dilihat sebagai
suatu yang lebih memberi suspense kepada orang / benda yang dibicarakan.
“...If the
language of theology were extracted from Hooker and the translation of the
Bible; the terms of natural
knowledge from Bacon; the phrases of
policy, war, and navigation from Raleigh; the
dialect of poetry and fiction from Spencer and Sidney; and the diction of common life from Shakespeare...” (halaman 256)
Pada
kalimat ini, dalam kalimat the setelah titik koma, itu ditulis dengan tata
letak kalimat yang sama . Dalam
hal ini, diketahui bahwa Johnson ini ingin menekankan kepada kalimat yang ingin
dia utarakan secara langsung. Ia memikirkan dimana saat itu bahasa pada era itu
sedang kacau balau, dimana saat itu banyak bahasa yang kasar atau tidak pantas
untuk diucapkan. Jika, semua itu dilakukan dengan baik, maka itu memudahkan
para ahli penyusun kamus termasuk Johnson yang mungkin akan mudah dalam
menyusun kamus tersebut.
“I therefore extracted from philosophers principles of science; from historians remarkable facts; from chemists complete processes; from divines striking exhortations; and from poets beautiful descriptions” (halaman 254)
Dalam
hal ini, pengarang lebih menekankan pada kata from. Penekanan sang penulis dalam bagian sama seperti sebelumnya,
bahasa yang indah bukan bahasa yang sering dijadikan bahasan umum dalam
percakapan dalam kehidupan sehari-hari, namun dari (from) orang-orang yang telah menemukan sesuatu
yang menakjubkan diatas itulah yang bahasanya lebih baik.
“One
will show the word applied to
persons, another to things; one will express an ill, another the good, and a third neutral
sense; one will prove the expression
genuine from an ancient; author will show it elegant from a modern...”
(halaman 258)
Pada
kasus ini, si penulis mensejajarkan kata dan frase one will dan another. Hal
ini mengutarakan keinginannya pada sebuah kata atau yang lain dari
pengaplikasian satu orang ke banyak orang. Sudah terlihat jelas di kalimatnya.
Sehingga, hal ini diketahui sebagai keinginan yang sudah menggebu-gebu untuk
hal seperti diatas.
“When words are
used equivocally, I receive them in
either sense; when they are metaphorical, I adopt
them in their primitive accpetation...” (halaman 258)
Paralelisme yang bisa
diambil dari kalimat ini ketika kata when…are
dan I. kemudian hal ini bisa
dikatakan bahwa ia menjelaskan bagaimana ia melakukan sebuah riset kata dalam
bahasa Inggris. Dikatakan bahwa ketika (waktu ia melakukan riset) dan kata saya
(memberitahukan bahwa ia saja yang melakukannya.
“
to deliberate whenever I doubted, to
enquire whenever I was ignorant…” (halaman 258)
Kata yang di paralelisme kan
yaitu to dan whenever I. Hal ini seperti yang sebelumnya dijelaskan bahwa
penekanan ini memberikan gambaran bagi pembaca keseluruhan agar mereka tahu
bahwa ia akan melakukan hal itu sewaktu ia doubted
atau ignorant.
“ I resolved to show likewise
my attention to things; to pierce deep into every science, to enquire the nature of every
substance of I inserted the name, to limit an idea by a definition
strictly local…” (halaman 258)
Pengawalan kalimat dengan
kata I dan secara bersamaan to juga digunakan. Meskipun terlihat
hanya kalimat saja, namun maksud dari kalimat ini terlihat untuk memberitahukan
pendapatnya tentang setiap unsur ilmu yang memungkinkan memberikan ia ide dalam
memberikan definisi kosakatanya dalam kamus yang ia buat.
“to search was not always to find, and to find was
not always to be informed…” (halaman 259)
Dalam hal ini, kesejajaran
frase to find dan to search mengindikasikan bahwa ia mencari sesuatu yang tidak ada. Yang
berarti pengharapan si pengarang yang mana kata itu sulit untuk ditemukan dan
memang agak sulit diinfokan pada zaman itu, karena keterbatasan alat komunikasi.
BAB V
KESIMPULAN
Majas atau Gaya Bahasa adalah susunan
perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati
penulis yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Dalam hal ini digunakan oleh setiap penulis untuk
mengimajinasikan sesuatu tentang apa yang ia fikirkan.
Majas memiliki beberapa jenisnya, seperti Perbandingan, Pertentangan, Pertautan, dan
Perulangan.
Majas perbandingan
memiliki beberapa jenis, seperti : metafora, perumpamaan, personifikasi,
depersonikafikasi, alegori, antithesis, ppleonsme dan tautology, perifasis,
antisipasi atau prolepsis , dan koreksi atau epanortosis.
Majas pertentangan
meliputi hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralepsis, zeugma
dan silepsis, satire, innuendo, antifrasis, paradox, klimaks, antiklimaks,
apostrof, anastrof dan inversi, apofasis atau preterisio, hysteron proteron,
hipalase, sinisme, dan sarkasme.
Majas pertautan yang
membagi jenisnya seperti merominia, sinekdoke, alusi, eufemisme, eponym,
epitet, paralelisme, dan erotesis.
Majas perulangan yang
meliputi aliterasi, asonansi, antanaklasis, kiasmus epizeukis, tautotes,
anaphora, dan episfora.
Dalam karya Excerpts of Preface to A Dictionary of
English Literature ini merupakan sebuah karya Samuel Johnson yang mana
dibuat pada tahun 1755 dimana saat itu ia mencoba riset tentng kata-kata yang
ada pada suatu bahasa Inggris di sana kala itu. Kegundahan ia dan para pekerja
lainnya dalam membuat kamus itu menyadarkan bahwa saat itu keadaan bahasa yang
banyak kata kasarnya dan tidak beraturan. Selain itu, banyaknya bahasa yang
berasal dari serapan Latin dan Perancis membuat kesulitan dalam mendengarkan
artikulasinya dengan baik.
Oleh karena itu,
dalam kamusnya ini, ia memberikan diksi-diksi yang jelas atau dalam arti lain
cara pembacaan yang baik dan benar. Selain itu juga pemberian setiap definisi
dalam setiap kata nya membuat memperjelas makna dari kata itu. Dan yang
terakhir pengambilan kutipan dari setiap karya seniman atau penulis yang
terkenal, seperti halnya Shakespeare.
REFERENSI
Furqan, Muhammad. Majas. 26 Oktober 2012.
http://muhammadfurqansch.blogspot.co.id/2012/10/majas_3697.html (diakses
December 2016, 09).
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Koentjaraningrat. Metode-Merode Penelitian
Masayarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1993.
Krupa. Figure of Speech. 9 February 2011.
http://unit3english.blogspot.co.id/2011/02/figures-of-speech.html (diakses
December 12, 2016).
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976.
Priyawan, Pepen. Prose Non-Fiction. Bandung.
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Gaya Bahasa.
Bandung: Penerbit Angkasa Bandung, 2009.
Waridah, Ernawati. EYD dan Seputar Kebahasaan.
Jakarta Selatan: Kawan Pustaka, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar