UNSUR INTRINSIK (TEMA,PENOKOHAN,DAN SETTING) SERTA MAKNA SEJARAH DAN BUDAYA ISLAM DALAM WAWACAN KEAN SANTANG
oleh
NURAINI DESTIAWAN
ABSTRACT
Arab
and many Moeslem merchantmens for the first time come to Indonesia in 13 H.
They have born up to Aceh first. First plan of them is only merchant their
goods. But then, they broadcast Islam and it would be a first place for Islam
come to Indonesia.
Then,
they have sailored to Java for the second place. But not at all can easily
learn Islam. So that, Kian Santang from Pajajaran Kingdom who spread/teach all
of them to Islam education. With Tasbih and Al-Qur’an, he can be the one who
learn them easily.
But,
before that, Kian Santang for the first time come to Mecca because he knows
someone who can defeated him, he is Syekh Ali. He asked him to lift the sword
up on the stone. After Kian Santang knows his power, he learned about Islam and
said Syahadat.
Key words : Islam, Santang, Padjajaran, Sword, and teach
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
I
|
ndonesia
merupakan salah satu wilayah dimana zaman dulu, banyak orang yang memeluk agama
Buddha dan Hindu, karena saat itu memang masih zaman keemasan keduanya. Dari
Kerajaan Majapahit, Syailendra, dan lain-lain. Namun, semasa mereka sedang
berjaya, agama Islam, yang saat itu belum ada disana, bahkan jarang ada.
Terutama
di masa kerajaan Padjajaran, keadaan sosial dan agama disana yang cenderung
Hindu. Kerajaan Padjadjaran merupakan kerajaan yang sangat berjaya saat itu,
dengan masa kepemimpinan Prabu Siliwangi. Raja itu mempunyai anak bernama Kian
Santang. Ia merupakan anak hasil perkawinan dengan Nyai Subang Larang. Dan ia
anak sulung dari kedua saudaranya.
Semasa
hidupnya, ia anak yang sangat berani dan cukup tangguh diantara yang lainnya.
Ia bahkan menjadi panutan bagi seluruh masyarakat Padjajaran itu. Mesikipun
demikian, ia masih mengikuti jejak ayahnya yang beragama Hindu, karena saat
itu, ia belum mengenal hal tersebut.
Meskipun
begitu, ia begitu diagungkan lebih ketika ia telah memasuki Islam. Pertama kali
ia mengucapkan kalimat dua syahadat di Arab bersama dengan Sayyidina Ali.
Setelah itu, ia mempelajarinya dan mengajarkannya ke masyarakat di Jawa Barat,
terutama di Kerajaan Padjajaran.
Setelah
itu, ia menjadi salah satu tokoh tasawuf yang terkenal pada masa itu dan
akhirnya ceritanya pun masih melegenda hingga saat ini sebagai orang yang
mengajarkan Islam di Jawa Barat.
B. Kerangka konseptual
1. Mengetahui
sejarah Kian Santang pada umumnya.
2. Menganalisis
unsir budaya dalam Wawacan Kian Santang.
3. Mengetahui
unsur Islam dalam Wawacan Kian Santang
C. Metodologi
1. Metode penelitian
a) Desain
penelitian
Untuk mendapatkan
informasi yang akurat, penulis menggunakan Metode Analisis-deskriptif, analisis
adalah penyelidikan terhdapa suatu peristiwa untuk mengetahui yang sebenarnya
atau penguraian suatu pokok ata berbeagai bagian untuk memperoleh pengertian
yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
Metode Deskriptif
adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian,
sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka.
b) Sumber
data
Sumber
atau referensi yang penuli gunakan dalam menulis artikel jurnal ini diambil
dari beberapa sumber , siantaranya buku dan internet.
c) Jenis
data
Jenis
data yang penulis gunakan dalam penyusunan artikel jurnal ini adalah data
kualitatif. Data kualitatif adalah metode yang lebih menekankan aspek pemahaman
secara mendalam terhadap suatu masalah atau berupa kata-kata tertulis.
d) Teknik
pengumpulan data
Teknik
pengumpulan data yang penulis lakukan dengan studi pustakawan atau studi
dokumentasi. Studi dokumentai ini
bertujuan untuk memilih dan memilah data-data kepustakaan yang diperlukan.
e) Pengolahan
dan analisis data
Analisis
data merupakan upaya untuk mencari dan menata secara sistematis. Hasil pengumpulan data untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang
masalah yang diteliti. Setelah data terkumpul, dilakukan proses analisis yang
memerlukan kajian lebih mendalam.
Analisis data
menggunakan metode interpretasi terhadap data-data yang telah tersistemasi.
Dalam interpretasi data ini, dilakukan dengan menafsirkan pemikiran tooh secara
holistik yaitu sengan melihat semua konsep dan aspek-aspeknya dalam hal
keselaraan satu sama lainnya.
2. Metode kepenulisan
Untuk
memudahkan penulis dalam artikel jurnal ini, maka penulis menggunakan
sistematika sebagai berikut :
Bab pertama, berisi latar belakang, kerangka
konseptual, metode penelitian, dan metode kepenulisan.
Bab kedua, membahas tentang
Bab
ketiga, membahas tentang kesimpulan dari semua materi.
PEMBAHASAN
A. Teori awal mengenai sejarah kesastraan Sunda dan tokohnya
Sebelum
Islam datang ke Indonesia, umunya masyarakatnya menganut agama Hindu, Buddha,
dan agama lainnya. Namun, umumnya masyarakat yang berada di tanah Sunda masih
menganut animisme.
Namun,
setelah Islam menguasai di Kerajaan di Samudra Pasai pada abad 13, dimana saat
itu masa arus penyebaran dan kedatangan tokoh tasawuf. Kedatangan tasawuf yang
berasal dari arab inilah akhirnya Islam pu menyebar ke seluruh Indonesia.
MENURUT
Ayatrohaedi (1986), masuknya Islam ke tanah Sunda diperkirakan berlangsung pada
masa pemerintahan Prabu Siliwangi. Besar kemungkinan bahwa tokoh Prabu
Siliwangi tersebut adalah Prabu Niskala Wastukancana anak Prabu Maharaja
(memerintah 1350-1370) yang berkuasa cukup lama yaitu dari tahun 1371-1475.
B. Analisis Perjalanan Awal Hidup Kian Santang melalui Wawacan Kean Santang
Berdasarkan
beberapa sumber, Kian Santang merupakan seorang Pangeran Kerajaan Singasari.
Dan berikut ini merupakan wawacan/wacananyanya.
Kéan Santang téh putra Prabu Siliwangi anu katelah
gagah tur sakti. Di Pajajaran, malah di Pulo Jawa teu aya hiji ogé jalma anu
bisa nandingan kasakténna.
Analisis
sejarah :
Kian Santang
merupakan seorang anak dari Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran. Ia lahir
pada tahun 1335 (admin 2014).
Ia merupakan anak dari Prabu Siliwangi dan Dewi Kumala Wangi atau Nyai Subang
Larang. Ia meurpakan seorang anak yang cukup tangguh dan kuat, meskipun itu ia
sangat kecil. Ia menjadi salah satu Pangeran yang mempunyai kekuatan yang besar
dibanding dengan yang lain yang ada di seluruh Jawa Barat (dahulu DKI Jakarta
termasuk Jawa Barat juga). Kian Santang merupakan anak sulung dari tiga
bersaudara yaitu dirinya sendiri, Dewi Rara Santang, dan Walangsungsang.
Dina hiji waktu Kéan Santang ngadeuheus ka
ramana, unjuk-kan yén dirina hayang ningali getih sorangan. Hayang tarung ngadu
jajatén, tapi teu aya nu bisa nandingan.
Ngadangu kasauran putrana kitu, Prabu Siliwangi geuwat baé nyauran para ahli nujum karajaan.
Ngadangu kasauran putrana kitu, Prabu Siliwangi geuwat baé nyauran para ahli nujum karajaan.
Analisis
Sejarah :
Penasaran
yang ia ungkapkan kepada ayahnya bahwa ia ingin mendapatkan lawan yang sepadan.
Karena saat itu , ia tak pernah terluka sedikitpun dan selalu berhasil
mengalahkan lawannya. Oleh karena itu, ia ingin sekali mendapatkannya.
Setelah itu,
Prabu Siliwangi memanggil pakar nujum yang ingin mengetahui rasa pensaran akan
darahnya Kian Santang. Tetapi, ia tetap tak berhasil menemukannya. Setelah
beberapa lama, ia mendpaatkan wangsit dari seseorang bahwa ada seseorang dari
Arab yang akan mengalahkannya. Konon katanya, dengan ajian napak sancangnya
raden kian santang mampu mengarungi lautan dengan berkuda saja (Fadny 2011). .
Ménta bongbolongan, sugan aya jalma anu bisa
nandingan kasaktén Kéan Santang. Ditanya kitu, para ahli nujum téh kabéhanana
ngabigeu teu aya nu némbal. Ngan teu lila ujug-ujug aya aki-aki anu
nyampeurkeun ka Kanjeng Prabu.
“Kanjeng Prabu, kaula bisa nuduhkeun saha
jalma anu bisa nandingan kasaktén tuang putra. Jauh pisan éta jalma téh, ayana
di nagri Mekah, ngaranna Bagénda Ali.”
“Saha kira-kirana anu bakal unggul lamun anak kaula tarung jeung Bagénda Ali?” Kanjeng Prabu ,alik naor”
“Saha kira-kirana anu bakal unggul lamun anak kaula tarung jeung Bagénda Ali?” Kanjeng Prabu ,alik naor”
Analisis
sejarah :
Ketika Kian
Santang berusaha menginginkan agar mendapatkan orang yang mengalahkan dia
(karena terlalu kuat), dia mendapatkan nya yang berada jauh dari Kerajaan ini .
Sang Prabu pun memikirkan hal ini dan saat itu ada seseorang laki
Ada
beberapa sumber yang saya kutip, ada beberapa hal yang mengira bahwa Kian
Santang pernah bertemu dengan seseorang yang bisa menandinginya, dan akhirnya
ia pergi ke Arab. Saat itu ia berusaha menemukan Baginda Ali yang mana menurut
kakek tua itu, orang itu akan mengalahkannya. Beberapa sumber mengutip bahwa
Baginda Ali tersebut merupakan Sayyidina Ali, yang merupakan sahabat Rasulullah
SAW. Namun, hal ini tidak benar. Karena Ali Bin Abi Thalib lahir pada kehidupan
abad ke-7. Menurut A- Qowwiy, Ia dibai’at menjadi Khalifah pada hari Jumat tanggal 25
Dzul-Chijjah tahun 35 Hijriyyah (4 Juni 656 M) (2011). Jadi, kemungkinan
bahwa ia tidak mungkin bertemu dengan sahabat Nabi Muhammad tersebut.
Setelah
melakukan perjalanan yang panjang, ia berusaha untuk mencari orang yang
dicarinya itu di Padang Pasir, lalu ia bertemu dengan seseorang yang ada
disana.
“Ki, cing tuduhkeun di
mana ayana Bagénda Ali téh?” Éta aki-aki téh ukur melong, neges-neges ka nu
anyar datang.
“Saha Ujang téh?” pokna kalah malik nanya.
“Kaula téh Kéan Santang ti Pulo Jawa. Kaula hayang tepung jeung Bagénda Ali. Cenah anjeunna téh jalma sakti, kaula hayang ngadu jajatén.”
“Euh, kitu. Yu atuh tuturkuen Aki!” ceuk éta aki-aki ngajak indit ti dinya. Kéan Santang nuturkeun.
“Saha Ujang téh?” pokna kalah malik nanya.
“Kaula téh Kéan Santang ti Pulo Jawa. Kaula hayang tepung jeung Bagénda Ali. Cenah anjeunna téh jalma sakti, kaula hayang ngadu jajatén.”
“Euh, kitu. Yu atuh tuturkuen Aki!” ceuk éta aki-aki ngajak indit ti dinya. Kéan Santang nuturkeun.
Ia
berbincang sebentar kepadanya dan berjalan mengikuti seseorang yang tak dikenal
itu. Namun, yang anehnya, tidak ada rasa penasaran itu, siapa yang sedang
diikutinya ini dan ia tetap berjalan mengikutinya. Mungkin karena rasa
penasaran yang ia hadapi sehingga ia segera ke sana. Namun, setelah beberapa,
ia terkejut karena ia harus mengfambil tongkat si orang itu aja. Hal yang
membuat bingung itu bertambah dengan rasa penasaran yang adan padnya, ia
berusaha mengambil tongkat itu, namun ia malah merasa kesakitan dan bahkan
katanya sampai berdarah.
Kian
Santang pun telah menemukan oang yang dicarinya dan akhirnya pada saat itu juga
ia mengucapkan syahadat dan masuk islam. Semenjak itu ia belajar agama Islam
dengan baik dan mengamalkan dan mengajarkan ke negara pjajarannya.
C. Kisah perjalanan Kian Santang dalam menyiarkan agama Islam di Negeri Pasundan dalam Wawacan Kean Santang
Setelah
ia mendapatkan beberapa pengajaran di Arab sana dengan Syekh Ali, ia meneruskan
ilmu agama Islam nya itu ke Negara Pasundan atau di Kerajaan Siliwangi. Memang
tidak mudah, dan selalu ada rintangan, ketika pada masa itu masyarakat masih
menganut agama lain dan banyak juga yang sudha beragama Islam. Ia meneruskan
ajarannya itu dengan penngetahuan yang sangat cukup untuk menyebarkannya.
“Sanggeus ngarasa cukup
ngalap élmu, Kéan Santang pamitan hayang mulang deui ka nagrina, Pajajaran. Ku
Bagénda Ali diwidian kalayan dibéré pancén yén Kéan Santang kudu nyebarkeun
agama Islam di Pulo Jawa. Aya dua rupa barang anu dibekelkeun ku Bagénda Ali
nyaéta tasbéh jeung kitab Al-Qur’an”.
Ia
ternyata dberikan sebuah warisn dari gurunya, yaitu Tasbih dan Al-Qur’an. Kedua
hal ini mungkin bisa membantunya untuk brdzikir mengingat Allah dan Al-Qur’an
untuk mempelajari dan mengamalkannya dalam kehidupan masyarakat, serta menjadi
pedoman untuk mengajarannya untuk kehidupan sehari-harinya.
Kéan Santang mulang deui ka Pajajaran,
nyebarkeun agama Islam. Teu saeutik rahayat Pajajaran anu tuluy ngagem agama
Islam. Ari ramana, Prabu Siliwangi, teu kersaeun ngagem agama Islam. Dibarengan
ku sawatara prajuritna, Prabu Siliwangi ninggalkeun karaton, ngungsi ka hiji
tempat di pakidulan Garut. Ceuk sakaol, di dinya anjeunna ‘nghiyang’,
ngaleungit tanpa wujud. Ari para prajuritna minda rupa jadi maung.
Ada sedikit
kerancuan disini, dimana Prabu Siliwnangi tak suka kepada anaknya karena ia
menyebarkan agama Islam. Karena sebelum anaknya, Prabu Siliwani ini seudah
menjadi seorang muslim. Menurut Adung (2013)
“Atau prabu silihwangi masuk agama Islam dan menerima Lintang Kerti Jejer
Seratus atau Tasbeh,mulai dari itu,Prabu Pamanah Rasa diberi ajaran tentang
agama islam yang sebenarnya.
Setelah itu Prabu Pamanah Rasa segera kembali ke Kraton Pajajaran,Untuk melangsungkan pernikahannya denga Nyi Subang Larang waktu terus berjalan maka pada tahun 1422 M”. Dalam hal ini, raja memang sudah masuk ke keyakinannya ke agama Islam, oleh karemna itu, terjadi ketidakkorelasian dalam cerita dan sejarah yang ada. Walau bagaimanapun ini bisa dimaklumi saja.
Setelah itu Prabu Pamanah Rasa segera kembali ke Kraton Pajajaran,Untuk melangsungkan pernikahannya denga Nyi Subang Larang waktu terus berjalan maka pada tahun 1422 M”. Dalam hal ini, raja memang sudah masuk ke keyakinannya ke agama Islam, oleh karemna itu, terjadi ketidakkorelasian dalam cerita dan sejarah yang ada. Walau bagaimanapun ini bisa dimaklumi saja.
D. Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema pada dasarmya
adlaah sebuah inti dalam satu cerita, dimana hal ini merupakan salah satu makna
keseluruhan yang ada pada suatu cerita itu yang hanya pada satu kalimat itu
saja. Menurut Kenney dalam buku Andri Wicaksono,
“...theme
is not the moral, not the subject, not “a hidden meaning” illustrated by the
story. What is it? theme is meaning not the moral, but it is not “hidden”, it
is not illustrated. Theme is the smeaning story releases; it maybe the meaning
the story discovers. By theme we mean the necessary implications of the whole
story, not a separable part of a story” (2014, 101)
Tema dalam Wawacan Kean
Santang ini adalah penyiaran Islam di Jawa pada masa Pasundan. Meskipun di awal
cerita bahwa si Kian Santang ini hanya berusaha untuk mencari orang yang ingin
dikalahkannya, tak disangka berawal dari situlah ia mempelajari agama Islam
dengan baik dan menyebarkannya ke negara Pasundan.
2. Setting/latar
Latar atau landas tumpu
(setting) crita dalam fiksi bukan hanya
sekedar background. Artinya bukan hanya menunjuktempat kejadian dan kapan
kejadiannya. Menurut Semi, menjelaskan setting adlaha lingkungan tempat
peristiwa terjadi (Rokhmansyah 2014, 38) .
a. Latar
tempat, yaitu suatu latar yang menjelaskan tempat kejadian dari suatu cerita
itu. Contohnya: Pasar, Lapangan, dan lain-lain. Dalam wawacan ini, kejadian ini
terletak di Bogor atau di sekitaran Jawa Barat.
b. Latar
waktu, yiatu suatu latar yabg menjelaskan tentang kejadian waktu yang dialami
oleh aktor. Contoh: pagi hari. Dalam cerita ini, kejadian cerita yang dialami
oleh Kian Santang dan lain-lain berada di istana Negara Pasundan, pagi hari, di
Mekah/Arab.
c. Latar
suasana. Latar suasana adalah salah satu unsur intrinsik yang berkaitan dengan
keadaan psikologis yang timbul dengan sendirinya bersamaan dengan jalan cerita.
Suatu cerita menjadi menarik karena berlangsung dalam suasana tertentu,
misalnya suasana gembira, haru, sedih, dan tegang. Suasana dalam cerita
biasanya dibangun bersama pelukisan tokoh utama.latar suasana terbagi dua hal
yaitu :
1) Latar sosial
Latar sosial
adalah gambaran kehidupan masyarakat dalam kurun waktu dan tempat tertentu yang
dilukiskan dalam cerita. Dalam cerita ini, melatarkan suatu kerajaan yang amat
makmur bersama dengan sebuah pemimpin kerajaan yang beragama Islam.
2) Latar material
Latar
material adalah gambaran benda-benda yang mendukung cerita. Wawacan ini
biasanya mengadakan benda seperti Tasbih dan Al-qur’an, istana, pedang
bertancapkan batu, dan lain sebagainya.
3. Penokohan
Menurut
Aminudin dalam buku Rokhmansyah (2014, 34) tokoh adalah pelaku
yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu dapat
menjalin suatu cerita. Dalam hal ini, tokoh merupakan penggerak utama selain
alur untuk menjalankan suatu cerita, dimana tokoh ini yang tak hanya berfungsi
sebagai penggerak, namun sebagai pemain dalam cerita ini.
Namun,
dalam hal ini tokoh dan penokohan itu mempunyai arti yang berbeda. Penokohan
atau perwatakan dlah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun
batinnya dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat
istiadatmya, dan sebagainya. Pelukisan tokoh ini dapat dilihat dari pergerakan
si tokoh tersebut, jika ia merupakan seorang anatgonis, maka bisa jadi ia akan
menunjukkan ekspresi yang alis bertekuk, tersenyum lincik, dan sebagainya.
Jadi,
jika dilihat dari kedua hal tersebut, maka tokoh adalah sebuah pemain dalam
cerita sedangkan penokohan adalah penggambaran tentang hal yang ada pada si
tokoh tersebut.
Dalam wawacan ini, ada beberapa tokoh yang akan di bahas,
seperti :
a. Kian
Santang
Ia merupakan seorang
pangeran Kerajaan Siliwangi, yang juga merupakan putra dari Prabu Siliwangi,
seorang Raja di sana. Ia merupakan anak yang kuat, karena ia tak terkalahkan
oleh siapapun.
b. Prabu
Siliwangi
Ia merupakan seorang
raja dari Kerajaan Siliwangi dan ayah dari Kian Santang. Ia merupakan seorang
yang tegas dan bijkasana dalam mengelola negaranya, termasuk keluarganya
sendiri. Ia juga orang yang baik, karena selalu memberikan apapun keinginan
Kian Santang.
c. Syekh
Ali
Ia merupakan guru Kian
Santang dalam mengajarkan agama Islam di Mekah. Selian itu, ia juga yang
berhasil emmbuat Kian Santang tidak bisa berkutik karena ia bergitu kuat dan
pintar juga. Ia juga orang yang ramah.
d. Kakek
Ia merupakan seorang
kakaek-kakakek yang memberikan suatu informasi bahwa ia tau seorang yang
berhasil mengalahkan Kian Santang. Dalam cerita ini, ia datang yamg tak tau
dimana dan pulang juga secara tiba-tiba atau menghilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar